bengkelpintar.org Beberapa pengendara motor di Surabaya akhir-akhir ini mengeluhkan masalah mesin yang tiba-tiba brebet setelah mengisi bahan bakar jenis pertalite di sejumlah SPBU. Keluhan ini cepat menyebar lewat media sosial, menimbulkan dugaan bahwa bahan bakar tersebut dioplos atau kualitasnya menurun.
Namun, para montir dari beberapa bengkel di kawasan Rungkut, Tandes, dan Dukuh Pakis menegaskan bahwa dugaan itu tidak sepenuhnya benar. Mereka menyebut ada faktor teknis lain yang lebih berpengaruh terhadap performa motor setelah pengisian bahan bakar.
Menurut keterangan para teknisi, brebet bukan hanya disebabkan oleh kualitas bahan bakar, melainkan juga oleh kondisi sistem pembakaran dan perawatan mesin. Banyak motor yang jarang diservis atau memakai filter udara kotor bisa mengalami gejala serupa meskipun menggunakan bahan bakar berkualitas baik.
Analisis Teknis dari Montir Bengkel
Salah satu montir bengkel di Surabaya Timur, Imam Fauzi, menjelaskan bahwa banyak pelanggan datang ke bengkelnya dengan keluhan yang sama setelah mengisi pertalite. Setelah dilakukan pemeriksaan, mayoritas kendala berasal dari ruang bakar dan sistem injeksi, bukan karena bahan bakar dioplos.
“Kadang-kadang pengendara lupa servis berkala. Filter udara kotor, busi aus, atau injektor mampet itu bisa bikin motor brebet juga. Jadi bukan semata karena pertalite-nya,” jelas Imam.
Ia menambahkan, karakter bahan bakar pertalite yang memiliki nilai oktan 90 berbeda dari pertamax yang memiliki oktan lebih tinggi. Perbedaan itu membuat proses pembakaran di mesin dengan kompresi tinggi terasa lebih berat jika menggunakan pertalite. Akibatnya, mesin jadi terasa tersendat.
“Motor-motor baru dengan rasio kompresi tinggi memang lebih cocok pakai BBM beroktan tinggi. Kalau dipaksa pakai pertalite, bisa muncul gejala knocking atau brebet,” imbuhnya.
Uji Lapangan dan Temuan Bengkel
Untuk memastikan sumber masalah, beberapa bengkel di Surabaya bahkan melakukan uji lapangan. Mereka mencoba bahan bakar pertalite dari beberapa SPBU berbeda untuk membandingkan hasilnya.
Hasilnya, tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam warna, aroma, maupun pembakaran. Mesin motor yang dirawat baik tetap berjalan normal tanpa gejala tersendat.
“Kalau dioplos, pasti ada efek langsung seperti warna berubah, bau lebih tajam, atau kerak cepat muncul di busi. Tapi ini nggak ada. Jadi kami curiga lebih ke perawatan kendaraan masing-masing,” ujar Teguh, teknisi di bengkel wilayah Karangpilang.
Menurut Teguh, beberapa pelanggan bahkan menambahkan cairan aditif secara sembarangan untuk “meningkatkan performa.” Padahal langkah itu justru bisa menimbulkan reaksi kimia yang mengganggu pembakaran. “Sering kali yang merusak bukan bensinnya, tapi cairan tambahan itu,” tegasnya.
Tanggapan SPBU dan Pihak Pertamina
Pihak pengelola SPBU di Surabaya juga ikut menanggapi keluhan masyarakat. Salah seorang pengawas SPBU di Jalan Jemursari menyebutkan bahwa mereka selalu melakukan pengecekan kualitas bahan bakar sebelum dijual ke konsumen.
“Setiap tangki datang, ada sampel yang diambil dan dicek kejernihan serta baunya. Jadi kecil kemungkinan terjadi campuran yang tidak sesuai,” ujarnya.
Selain itu, SPBU rutin diaudit oleh Pertamina untuk memastikan bahan bakar yang didistribusikan sesuai standar nasional.
Sementara itu, pihak Pertamina secara terpisah mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada isu bahan bakar oplosan tanpa bukti laboratorium. Pertamina juga menyediakan layanan pengaduan resmi jika masyarakat menemukan dugaan penyimpangan di lapangan.
Pandangan Ahli Otomotif
Pakar otomotif dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr. R. Aditya Wibowo, menegaskan bahwa fenomena motor brebet pasca pengisian bahan bakar lebih sering berkaitan dengan performa mesin dan perawatan.
Ia menjelaskan, proses pembakaran di motor injeksi sangat sensitif terhadap perubahan rasio udara dan bahan bakar. Jika sensor oksigen atau throttle body kotor, maka campuran udara dan bensin bisa tidak seimbang, menyebabkan brebet.
“Kalau bensinnya bersih, tapi sistem injeksi kotor, efeknya tetap sama. Jadi, pengendara harus memperhatikan kondisi motor, bukan langsung menyalahkan bahan bakar,” terang Aditya.
Ia juga menambahkan bahwa bahan bakar pertalite tidak dioplos, melainkan sudah memenuhi standar RON 90. Namun, karena perbedaan spesifikasi mesin tiap motor, efek performa bisa berbeda-beda. Motor berteknologi tinggi dengan kompresi 11:1 misalnya, akan lebih stabil menggunakan BBM RON 92 ke atas.
Perawatan yang Disarankan
Para teknisi menyarankan agar pengendara rutin melakukan servis setiap 2.000–3.000 kilometer untuk menjaga performa mesin. Pembersihan filter udara, pengecekan busi, serta pemeriksaan injektor menjadi hal penting yang sering diabaikan.
Selain itu, pengendara juga diminta tidak mencampur bahan bakar berbeda tanpa menghabiskan sisa BBM sebelumnya karena dapat memicu ketidakseimbangan pembakaran.
“Kalau mau ganti jenis BBM, pastikan tangki kosong dulu. Kalau langsung dicampur, bisa bikin sisa bensin lama bereaksi,” kata Imam.
Beberapa bengkel bahkan menyediakan layanan pembersihan injektor ultrasonik untuk mengembalikan efisiensi bahan bakar. Biaya servis ini relatif terjangkau dan bisa menghemat konsumsi bensin dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Fenomena motor brebet usai pengisian pertalite di Surabaya memang membuat banyak pengendara khawatir. Namun, berdasarkan analisis para montir dan hasil uji lapangan, dugaan bahan bakar oplosan tidak terbukti.
Sebagian besar masalah justru berasal dari kondisi mesin yang tidak terawat, penggunaan aditif sembarangan, serta perbedaan karakter mesin terhadap nilai oktan bahan bakar.
Dengan melakukan servis rutin dan memahami kebutuhan mesin, pengendara dapat menghindari gejala brebet tanpa harus khawatir terhadap kualitas pertalite di SPBU.
Perawatan yang tepat tetap menjadi kunci utama agar kendaraan awet, bertenaga, dan efisien di jalan.

Cek Juga Artikel Dari Platform olahraga.online
